MENJADI
PRIBADI YANG BERMANFAAT (NAFI’UN LI GHAIRIHI)
إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ.
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدًى
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Suatu hari, sepeninggal Rasulullah SAW, Abu Hurairah r.a. beri’tikaf di
masjid Nabawi. Ia tertarik ketika mengetahui ada seseorang di masjid yang sama,
duduk bersedih di pojok masjid. Abu Hurairah pun menghampirinya. Menanyakan ada
apa gerangan hingga ia tampak bersedih. Setelah mengetahui masalah yang menimpa
orang itu, Abu Hurairah pun segera menawarkan bantuan.
”Mari keluar bersamaku wahai saudara, aku akan memenuhi keperluanmu,”
ajak Abu Hurairah.
“Apakah kau akan meninggalkan i’tikaf demi menolongku?” tanya orang
tersebut terkejut.
”Ya. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sungguh
berjalannya seseorang diantara kamu untuk memenuhi kebutuhan saudaranya, lebih
baik baginya daripada i’tikaf di masjidku ini selama sebulan’”
Sabda Rasulullah SAW itu diriwayatkan oleh Thabrani & Ibnu Asakir.
Dishahihkan Al Albani dalamAs-Silsilah As-Shahihah.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Sebagaimana Abu Hurairah, seorang Muslim seharusnya juga memiliki
keterpanggilan untuk menolong saudaranya, memiliki jiwa dan semangat memberi
manfaat kepada sesama, memiliki karakter Nafi’un li ghairihi.
Kebaikan seseorang, salah satu indikatornya adalah kemanfaatannya bagi
orang lain. Keterpanggilan nuraninya untuk berkontribusi menyelesaikan problem orang
lain. Bahkan manusia terbaik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang
lain.
Rasulullah SAW bersabda:
خير الناس أنفعهم للناس
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR.
Ahmad, Thabrani, Daruqutni. Dishahihkan Al Albani dalam As-Silsilah
As-Shahihah)
Seorang Muslim, setelah ia membingkai kehidupannya dengan misi ibadah
kepada Allah semata, sebagaimana petunjuk Allah dalam surat Adz Dzariyat ayat
56, maka orientasi hidupnya adalah memberikan manfaat kepada orang lain,
menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama, nafi’un li ghairihi. Karenanya,
Hasan Al Banna memasukkan nafi’un li ghairihi ini sebagai salah satu karakter,
sifat, muwashafat, yang harus ada pada diri seorang Muslim.
Siapapun Muslim itu, di manapun ia berada, apapun profesinya, ia memiliki
orientasi untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Seorang Muslim bukanlah
manusia egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia juga peduli dengan
orang lain dan selalu berusaha memberikan manfaat kepada orang lain.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa seharusnya setiap persendian manusia
mengeluarkan sedekah setiap harinya. Dan ternyata yang dimaksud dengan sedekah
itu adalah kebaikan, utamanya kebaikan dan kemanfaatan kepada sesama.
Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ ، يَعْدِلُ بَيْنَ الاِثْنَيْنِ صَدَقَةٌ ، وَيُعِينُ الرَّجُلَ عَلَى دَابَّتِهِ ، فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا ، أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ ، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ ، وَكُلُّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ ، وَيُمِيطُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ
Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedekah setiap harinya
mulai matahari terbit. Berbuat adil antara dua orang adalah sedekah. Menolong
seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas
kendaraannya adalah sedekah. Berkata yang baik adalah sedekah. Begitu pula
setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah. Serta
menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah. (HR. Bukhari)
Demikianlah Muslim. Demikianlah Mukmin. Ia senantiasa terpanggil untuk
menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain, nafi’un li ghairihi. Seorang
Muslim yang menjadi pedagang atau pebisnis, orientasinya bukanlah sekedar
meraup untung sebesar-besarnya, tetapi orientasinya adalah bagaimana ia
memberikan manfaat kepada orang lain, membantu mereka memperoleh apa yang
mereka butuhkan. Dengan demikian, pedagang dan pebisnis Muslim pantang menipu
customernya, ia bahkan memberikan yang terbaik kepada mereka, dan pada saat
dibutuhkan menjadi konsultan serta memberikan pilihan-pilihan yang lebih baik.
Seorang Muslim yang menjadi guru, orientasinya bukanlah sekedar mengajar
lalu setiap bulan mendapatkan gaji, tetapi orientasinya adalah bagaimana ia
memberikan manfaat terbaik kepada peserta didiknya, ia mengasihi mereka seperti
mengasihi putranya sendiri, dan ia selalu memikirkan bagaimana cara terbaik
dalam melakukan pewarisan ilmu sehingg peserta didiknya lebih cerdas, lebih
kompeten dan berkarakter.
Seorang Muslim yang menjadi dokter, orientasinya adalah bagaimana ia
memberikan pelayanan terbaik kepada pasiennya, ia sangat berharap kesembuhan
dan kesehatan mereka, melakukan yang terbaik bagi kesembuhan dan kesehatan
mereka.
Jama’ah Sholat jum’at yang dirahmati Allah,
Kelihatannya, memberikan manfaat kepada orang lain, membantu dan menolong
sesama itu membuat waktu kita tersita, harta kita berkurang, tenaga dan pikiran
kita terporsir. Namun sesungguhnya, saat kita memberikan manfaat kepada orang
lain, pada hakikatnya kita sedang menanam kebaikan untuk diri kita sendiri.
Jika kita menolong orang lain, Allah akan menolong kita.
Allah SWT berfirman:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri
kalian sendiri (QS. 17:7)
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ
Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah membantu
keperluannya. (Muttafaq ‘alaih)
Jika kita menolong dan membantu sesama, pertolongan dari Allah bukan
sekedar di dunia, tetapi juga di akhirat. Jika kita memberikan manfaat kepada
orang lain, Allah memudahkan kita bukan hanya dalam urusan dunia, tetapi juga
pada hari kiamat kelak.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai
kesulitan2 dunia, Allah akan menyelesaikan kesulitan2nya di hari kiamat. Dan
siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan
baginya di dunia dan akhirat (HR. Muslim)
Sidang jum’at yang dirahmati Allah,
Dengan apa kita memberikan manfaat kepada orang lain? Dalam bentuk apa
nafi’un li ghairihi kita wujudkan? Sesungguhnya setiap manusia memiliki banyak
potensi untuk itu.
Pertama, dengan ilmu. Yakni ilmu yang dianugerahkan Allah kepada kita,
kita bagikan kepada orang lain. Kita mengajari orang lain, melatih orang lain,
dan memberdayakan mereka. Ilmu ini tidak terbatas pada ilmu agama, tetapi juga
ilmu dunia baik berupa pengetahuan, keterampilan hidup, serta keahlian dan
profesi.
Kedua, dengan harta. Kita manfaatkan harta yang dianugerahkan Allah untuk
membantu sesama. Yang wajib tentu saja adalah dengan zakat ketika harta itu
telah mencapai nishab dan haulnya. Setelah zakat ada infaq dan sedekah yang
memiliki ruang lebih luas dan tak terbatas.
Ketiga, dengan waktu dan tenaga. Yakni ketika kita mendengar keluhan
orang lain, membantu mereka melakukan sesuatu, membantu menyelesaikan urusan
mereka, dan sebagainya.
Keempat, dengan tutur kata. Yakni perkataan kita yang baik, yang
memotivasi, yang menenangkan dan mengajak kepada kebaikan.
Kelima, dengan sikap kita. Sikap yang paling mudah adalah keramahan kita
kepada sesama, serta senyum kita di hadapan orang lain. Sederhana, mudah
dilakukan, dan itu termasuk memberikan kemanfaatan kepada orang lain.
Kelima hal nafi’un li ghairihi itu, jika kita lakukan dengan ikhlas,
Allah akan membalasnya dengan kebaikan dan pahala.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah-pun, ia akan
mendapatkan balasannya (QS. Al Zalzalah:7)
No comments:
Post a Comment