1. Kebudayaan
Bacson-Hoabinh
Kebudayaan Bacson-Hoabinh
diperkirakan berasal dari tahun 10.000 SM-4000 SM, kira-kira tahun 7000
SM. Kebudayaan ini berlangsung pada kala Holosen. Awalnya masyarakat
Bacson-Hoabinh hanya menggunakan alat dari gerabah yang sederhana berupa
serpihan-serpihan batu tetapi pada tahun 600 SM mengalami perubahan dalam
bentuk batu-batu yang menyerupai kapak yang berfungsi sebagai alat pemotong.
Ciri khas alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah penyerpihan pada satu
atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran ± 1 kepalan dan seringkali
seluruh tepiannya menjadi bagian yang tajam. Hasil penyerpihannya itu
menunjukkan berbagai bentuk seperti lonjong, segi empat, segitiga dan beberapa
di antaranya ada yang mempunyai bentuk berpinggang. Alat-alat dari tulang dan
sisa-sisa tulang belulang manusia dikuburkan dalam posisi terlipat serta
ditaburi zat warna merah. Kebudayaan Bacson-Hoabinh ini diperkirakan berkembang
pada zaman Mesolitikum.
Pusat kebudayaan zaman Mesolitikum di Asia berada di dua tempat yaitu di Bacson dan Hoabinh. Kedua tempat tersebut berada di wilayah Tonkin di Indocina (Vietnam). Istilah Bacson Hoabinh pertama kali digunakan oleh arkeolog Prancis yang bernama Madeleine Colani pada tahun 1920-an. Nama tersebut untuk menunjukkan tempat pembuatan alat-alat batu yang khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya.
Pusat kebudayaan zaman Mesolitikum di Asia berada di dua tempat yaitu di Bacson dan Hoabinh. Kedua tempat tersebut berada di wilayah Tonkin di Indocina (Vietnam). Istilah Bacson Hoabinh pertama kali digunakan oleh arkeolog Prancis yang bernama Madeleine Colani pada tahun 1920-an. Nama tersebut untuk menunjukkan tempat pembuatan alat-alat batu yang khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya.
Penyebaran kebudayaan Bacson-Hoabinh
bersamaan dengan perpindahan ras Papua Melanesoid ke Indonesia melalui jalan
barat dan jalan timur (utara). Mereka datang di Nusantara dengan perahu
bercadik dan tinggal di pantai timur Sumatra dan Jawa, namun mereka terdesak
oleh ras Melayu yang datang kemudian. Akhirnya, mereka menyingkir ke wilayah
Indonesia Timur dan dikenal sebagai ras Papua yang pada masa itu sedang
berlangsung budaya Mesolitikum sehingga pendukung budaya Mesolitikum adalah
Papua Melanesoid. Ras Papua ini hidup dan tinggal di gua-gua (abris sous roche)
dan meninggalkan bukit-bukit kerang atau sampah dapur (kjokkenmoddinger). Ras
Papua Melanesoid sampai di Nusantara pada zaman Holosen. Saat itu keadaan bumi
kita sudah layak dihuni sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi kehidupan
manusia.
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken
artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya
adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau
tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian 7 meter dan sudah
membatu/menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantai
timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan
tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah
menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. VanStein Callenfels melakukan penelitian di bukit
kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata
berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum). Kapak genggam yang
ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak
Sumatera (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau
Sumatera.
hasil kebudayaan Bacson-Hoabinh
:
|
kapak
genggam
|
|
kyokkenmodinger
|
|
Kapak
dari tulang dan tanduk
|
2. Kebudayaan Dongson
Kebudayaan perunggu Asia Tenggara
biasa dinamakan kebudayaan Dongson, menurut nama tempat penyelidikan pertama di
daerah Tonkin penyelidikan menunjukkan bahwa di sana pusatnya kebudayaan
perunggu Asia Tenggara. Di sana ditemukan segala macam alat-alat perunggu dan
nekara, alat-alat dari besi dan kuburan-kuburan zaman itu. Di sana juga
ditemukan bejana yang serupa dengan yang ditemukan di Kerinci dan Madura. Di
Tonkin lengkap terdapat keseluruhan kebudayaan perunggu.
Sudah kita ketahui bahwa
hiasan-hiasan pada nekara menunjukkan dengan nyata akan adanya hubungan yang
erat antara negeri kita dengan daratan Asia. Maka tak dapat disangsikan lagi
bahwa kebudayaan logam Indonesia memang termasuk satu golongan dengan
kebudayaan logam Indonesia memang termasuk satu golongan dengan kebudayan logam
Asia yang berpusat di Dongson itu. Dari pangkal inilah datangnya gelombang
kebudayaan logam ke negeri kita melalui jalan barat lewat Malaysia Barat.
Menurut para sarjana pembawa kebudayaan baru ini sebangsa dengan pembawa kebudayan
kapak persegi, ialah bangsa Austronesia. Dengan demikian maka nenek moyang
bangsa Indonesia datang kemari dalam dua ambalan:
1.
Dalam jaman neolithikum, sejak kurang lebih 2000 tahun sebelum masehi
2.
Dalam jaman perunggu, sejak kurang lebih 500 tahun sebelum masehi
Mengenai umur kebudayaan Dongson
itu, mula-mula Victor Goloubew (penyelidik pertama) berpendapat bahwa
kebudayaan perunggu itu berkembangnya sejak abad pertama sebelum Masehi.
Pendapatnya berdasarkan atas penemuan berbagai mata uang Tionghoa jaman Han
(sekitar tahun 100 sebelum Masehi) yang didapatkan di kuburan-kuburan di
Dongson. Anehnya, di situ juga ditemukan nekara-nekara tiruan kecil, dari
perunggu pula. Rupa-rupanya nekara-nekara kecil itu diberikan kepada yang
meninggal sebagai bawaan ke akhirat. Tentu saja nekara tiruan itu dibuatnya
lama sesudah nekara yang betul betul ada. Kalau nekara bekal mayat itu sama
umurnya dengan mata uang Han bekal mayat pula, maka nekara yang betul-betul
harus sudah ada sebelum tahun 100 sebelum Masehi. Maka menurut Von Heine
Geldern kebudayaan Dongson itu paling muda berasal dari 300 tahun sebelum
Masehi. Pendapatnya diperkuat lagi oleh hasil penyelidikannya atas
hiasan-hiasan nekara Dongson yang ternyata tidak ada persamaannya dengan hiasan-hiasan
Tiongkok dari jaman Han itu.
hasil kebudayaan Dongson :
hasil kebudayaan Dongson :
|
bejana
perunggu
|
|
arca
dari perunggu
|
|
nekara
|
No comments:
Post a Comment